Shalatul Lail Shalat Tarawih dan Tahajjud

Shalatul Lail

Shalat Sunnah Lail ialah : Shalat-shalat Sunnah yang dikerjakan pada malam hari selain Ba'diyah 'Isya'.

Adapun waktunya ialah : Sehabis shalat 'Isya' hingga akhir waktu 'Isya' sebelum masuk waktu Shubuh. Dan shalat Lail itu boleh dikerjakan sebelum maupun sesudah tidur.

Macam-macamnya :

  1. Shalat Sunnah Tarawih.
  2. Shalat Sunnah Witir.
  3. Shalat Sunnah Tahajjud.
  4. Shalat Sunnah Iftitah.

Shalat Tarawih

Tarawih artinya relax, santai, istirahat. Ulama mengistilahkan Shalat Sunnah ini dengan Shalat Tarawih, karena melihat riwayat yang menjelaskan tentang bagaimana cara Nabi SAW melakukannya. Yaitu dengan perlahan-lahan/relax/santai serta diselingi dengan istirahat setiap habis salam, sebagaimana riwayat dibawah ini:

  1. Dari ‘Aisyah RA, ia berkata : Dahulu Rasulullah SAW shalat 4 rekaat di malam hari. Kemudian beliau beristirahat/bertarawih lama sekali, sehingga aku merasa kasihan kepadanya. Lalu aku berkata, “Kutebusi engkau dengan ayah dan ibuku ya Rasulullah, sungguh Allah telah mengampuni engkau dari dosa-dosa yang telah lalu dan yang kemudian”. Rasulullah SAW bersabda, “Apakah aku tidak senang kalau aku menjadi hamba yang bersyukur ?”.
    [HR. Baihaqi juz 2, hal. 497]

  2. Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa bangun (shalat malam) pada bulan Ramadlan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”.
    [HR. Bukhari 2 : 251]

  3. Dari Abu Hurairah, ia berkata : Dahulu Rasulullah SAW menganjurkan supaya shalat malam pada bulan Ramadlan, tetapi beliau tidak mewajibkannya, beliau bersabda, “Barangsiapa shalat malam di bulan Ramadlan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. Ketika Rasulullah SAW wafat, keadaannya seperti itu, begitu pula pada masa khalifah Abu Bakar, dan begitu pula pada masa permulaan khalifah ‘Umar.
    [HR. Muslim juz 1, hal. 523, no. 174]

  4. Dari ‘Urwah bin Zubair, bahwasanya ‘Aisyah memberitahukan kepadanya, bahwa dahulu Rasulullah SAW pada tengah malam keluar ke masjid untuk shalat malam, lalu orang-orang ikut shalat bersama beliau. Di pagi harinya orang-orang yang ikut shalat itu bercerita kepada yang lain. Pada malam kedua, orang-orang yang berkumpul di masjid bertambah banyak. Kemudian Rasulullah SAW keluar ke masjid pada malam yang kedua, dan mereka ikut shalat bersama beliau. Di pagi harinya, orang-orang yang ikut shalat tersebut bercerita kepada yang lain. Maka pada malam yang ketiga, orang-orang yang berkumpul di masjid lebih banyak lagi. Kemudian Rasulullah SAW keluar ke masjid, dan orang-orang pun ikut shalat bersama beliau. Setelah malam keempat, yang datang ke masjid meluap, tetapi Rasulullah SAW tidak keluar ke masjid. Kemudian orang-orang berkata, “Mari shalat !”. Tetapi Rasulullah SAW tidak keluar, hingga beliau keluar ke masjid untuk shalat Shubuh. Setelah selesai shalat Shubuh beliau menghadap ke orang banyak, lalu beliau memuji Allah dan bersyahadat, lalu bersabda, “Amma ba’du, sesungguhnya bukan aku tidak mengetahui keadaan kalian tadi malam, tetapi aku khawatir apabila shalat malam tersebut diwajibkan kepada kalian, sehingga memberatkan kepada kalian”.
    [HR. Muslim juz 1, hal. 524, no. 178]

Waktu, bilangan dan cara pelaksanaan shalat tarawih

Waktunya

Setiap malam pada bulan Ramadlan, boleh dikerjakan diawwal malam atau di pertengahan maupun di akhirnya, baik sebelum tidur maupun sesudah tidur. Tegasnya, shalat Tarawih adalah shalat malam di bulan Ramadlan.

  1. Dari Abu Dzarr, ia berkata :Kami berpuasa Ramadlan bersama Rasulullah SAW. Beliau tidak shalat (malam) bersama kami sehingga tinggal tujuh malam (dari bulan itu). Lalu pada malam ketujuh, beliau shalat malam bersama kami hingga kira-kira lewat sepertiga malam (baru selesai). Kemudian pada malam keenam yang tersisa beliau tidak shalat malam bersama kami. Sehingga pada malam kelima yang tersisa beliau shalat malam bersama kami, hingga kira-kira lewat tengah malam (baru selesai). Lalu aku (Abu Dzarr) berkata, “Ya Rasulullah, alangkah baiknya apabila malam yang tersisa ini engkau gunakan shalat malam bersama kami ?”. Maka beliau bersabda, “Barangsiapa yang shalat malam bersama imam hingga selesai, maka ia mendapatkan (pahala) seperti shalat malam semalam penuh.” Kemudian malam yang keempat yang tersisa beliau tidak shalat malam bersama kami. Sehingga malam yang ketiga yang tersisa, (Abu Dzarr) berkata, “Beliau mengumpulkan istri-istri beliau dan keluarga beliau, dan orang-orang juga berkumpul”. (Abu Dzarr) berkata, “Maka beliau shalat malam bersama kami hingga akhir malam (baru selesai), sehingga kami khawatir kehilangan Al-Falaah”. Ditanyakan kepada Abu Dzarr, “Apakah Al-Falaah itu ?”. (Abu Dzarr) menjawab, “Makan sahur”. Kemudian beliau tidak shalat malam bersama kami pada malam yang tersisa dari bulan itu.
    [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 420, no. 1327]

  2. Dari Abdur Rahman bin Abdul Qariyyi, bahwasanya ia berkata, "Saya pernah keluar ke masjid bersama ‘Umar bin Khaththab RA. pada suatu malam di bulan Ramadlan, tiba-tiba kami dapati orang-orang berkelompok-kelompok dan terpisah-pisah, ada yang shalat sendirian dan ada yang shalat dengan diikuti beberapa orang. Maka ‘Umar berkata, "Saya berpendapat lebih baik mereka ini saya kumpulkan dengan diimami oleh seorang imam". Kemudian ‘Umar ber'azam dan mengumpulkan mereka itu dengan diimami oleh Ubay bin Ka'ab. Kemudian saya keluar lagi bersama ‘Umar pada malam yang lain sedang orang-orang shalat dengan bermakmum kepada imam mereka. ‘Umar berkata, "Sebaik-baik bid'ah adalah ini". Dan shalat yang mereka kerjakan pada akhir malam adalah lebih utama dari pada yang mereka kerjakan di awwal malam. Sedangkan orang-orang biasa mengerjakannya di awwal malam.
    [HR. Bukhari juz 2 : 252].

Bilangan raka'atnya

Shalat Sunnah Tarawih ini, bilangan raka'at yang biasa dikerjakan oleh Nabi SAW adalah sebelas raka'at beserta Witirnya. Dan sebanyak-banyaknya tak terbatas, berapa saja seseorang mampu melaksanakan-nya hingga habis waktu shalat sunnah tersebut, yaitu masuk waktu Shubuh.

  1. Dari 'Aisyah RA istri Nabi SAW, ia berkata, "Dahulu Rasulullah SAW shalat antara beliau selesai dari shalat 'Isyak, yang orang-orang menyebutnya dengan shalat Al-‘Atamah hingga fajar, 11 rekaat. Beliau salam antara tiap- tiap 2 rekaat, lalu berwitir 1 rekaat".
    [HR. Muslim juz 1, hal. 508, no. 122].

  2. Dari Abu Salamah bin 'Abdur Rahman, bahwasanya ia pernah bertanya kepada 'Aisyah RA, "Bagaimanakah shalatnya Rasulullah SAW di bulan Ramadlan ?". Maka 'Aisyah berkata, "Dahulu Rasulullah SAW tidak melebihkan di bulan Ramadlan maupun di luar Ramadlan atas sebelas rekaat. Beliau shalat empat rekaat, jangan kamu tanya bagusnya dan panjangnya. Kemudian beliau shalat empat rekaat, jangan kamu tanya bagusnya dan panjangnya. Kemudian beliau shalat (witir) tiga rekaat. ‘Aisyah berkata : Aku bertanya, “Ya Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum shalat witir ?”. Rasulullah SAW menjawab, “Sesungguhnya kedua mataku tidur, sedangkan hatiku tidak tidur".
    [HR. Bukhari juz 2, hal. 47]

Keterangan :

“Sesungguhnya kedua mataku tidur, sedangkan hatiku tidak tidur”, ini adalah kekhususan untuk para Nabi.
Maksud hadits tersebut, Nabi SAW shalat 2 raka'at salam, 2 raka'at salam lalu istirahat. Dilanjutkan lagi 2 raka'at salam, 2 raka'at salam lalu istirahat. Kemudian beliau shalat witir 3 reka'at.
Namun hadits tersebut bukan merupakan batasan dari Nabi SAW, tetapi hanya menunjukkan bahwa biasanya Nabi SAW shalat malam sebelas raka'at.

    Dari Ibnu 'Umar bahwasanya ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang shalat malam. Maka Rasulullah SAW menjawab, "Shalat malam itu 2 raka'at 2 raka'at. Maka apabila seseorang diantara kalian khawatir masuk Shubuh, hendaklah ia shalat Witir 1 raka'at. Yang seraka'at itu mewitirkan untuk shalat yang telah ia kerjakan".
    [HR. Muslim juz 1, hal. 516 no 145]

Cara Pelaksanaan

Boleh dengan Jahr (suara nyaring) maupun Sirr (suara lembut) :

    Dari 'Abdullah bin Abu Qais, ia berkata : Aku bertanya kepada 'Aisyah, "Bagaimana bacaan Nabi SAW pada waktu (shalat) malam ?". Jawab 'Aisyah: "Semuanya itu pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, terkadang beliau membaca sirr (pelan) dan terkadang beliau membaca jahr (nyaring)". Maka aku berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah memberi kelonggaran dalam hal ini".
    [HR. Tirmidzi juz 1, hal. 278, no. 447, ia berkata : Ini hadits shahih, gharib]

Boleh dikerjakan dengan berjama'ah maupun munfarid (sendirian)

    Dari 'Aisyah Ummul Mu’minin RA, bahwasanya pada suatu malam Rasulullah SAW shalat malam di masjid, maka orang-orangpun turut shalat bersama beliau. Kemudian beliau shalat pula pada malam berikutnya, maka bertambah banyak orang yang mengikutinya. Kemudian malam ketiganya atau keempatnya mereka telah berkumpul, tetapi Rasulullah SAW tidak datang. Maka setelah shalat Shubuh beliau bersabda, "Sungguh aku telah mengetahui apa yang kalian perbuat (tadi malam), dan tidak ada yang menghalangiku untuk keluar kepada kalian, melainkan karena aku khawatir apabila shalat malam itu diwajibkan kepada kalian". (Perawi berkata), "Kejadian tersebut pada bulan Ramadlan".
    [HR. Bukhari juz 2, hal. 44]

Shalat sunnah Tahajjud

Shalat Sunnah Tahajjud adalah : Shalat malam yang dikerjakan di luar bulan Ramadlan.

Nama Tahajjud diambil dari firman Allah ayat 79 surat Al-Israa' :
Dan pada sebagian malam bershalat Tahajjudlah kamu sebagai suatu tambahan bagimu.
[QS. Al-Israa' : 79]
Jadi, shalat sunnah tarawih dan shalat sunnah tahajjud adalah sama. Kalau dikerjakan di bulan Ramadlan disebut shalat Tarawih, sedangkan jika
dikerjakan di luar Ramadlan disebut shalat Tahajjud.

Shalat sunnah Witir

Shalat sunnah witir ialah shalat sunnah lail yang dikerjakan dengan bilangan rakaat yang ganjil (witir = ganjil).

    Dari 'Ali RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Wahai ahli Qur'an, berwitirlah kalian, karena sesungguhnya Allah itu witir/tunggal, Ia suka kepada (shalat) witir".
    [HR. Abu Dawud juz 1, hal. 61, no. 1416]

Waktu, bilangan dan cara pelaksanaan shalat Witir

Waktunya :

Pada setiap malam, baik di dalam maupun di luar Ramadlan, boleh dikerjakan di awwal, pertengahan, ataupun diakhir malam, baik sebelum maupun sesudah tidur, kesemuanya itu pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW :

  1. Dari 'Aisyah, ia berkata, "Dalam seluruh (bagian) malam Rasulullah SAW pernah mengerjakan witir, di permulaan malam, dipertengahannya, dan di akhirnya, hingga witirnya selesai pada waktu sahur".
    [HR. Muslim juz 1, hal. 512, no. 137]

  2. Dari Jabir RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa khawatir tidak akan bangun pada akhir malam, maka bolehlah berwitir pada awwal malam. Dan barangsiapa berkeyakinan mampu bangun di akhir malam, maka hendaklah mengerjakan witir pada saat itu, karena shalat di akhir malam itu disaksikan dan yang demikian itu lebih utama".
    [HR. Muslim juz 1, hal. 520, no. 162].

Bilangan raka'at serta cara pelaksanaannya

Satu raka’at,

    Dari Ibnu 'Umar bahwasanya ada seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang shalat malam. Maka Rasulullah SAW menjawab, "Shalat malam itu 2 raka'at 2 raka'at. Maka apabila seseorang diantara kalian khawatir masuk Shubuh hendaklah shalat witir 1 raka'at. Yang seraka'at itu mewitirkan untuk shalat yang telah dikerjakan".
    [HR. Muslim juz 1, hal. 516, no. 145]

Tiga rakaat,

Bila melaksanakan 3 rakaat, harus dengan satu tasyahhud di rakaat yang terakhir, lalu salam, sebagaimana riwayat berikut :

  1. Dari 'Aisyah bahwasanya Rasulullah SAW apabila setelah shalat 'Isyak, beliau masuk ke rumah. Kemudian beliau shalat 2 rekaat, kemudian shalat lagi 2 reka'at yang lebih panjang daripada 2 reka'at yang pertama tadi, kemudian beliau berwitir 3 rekaat, dan beliau tidak memisahkan diantara tiga rekaat itu. Kemudian beliau shalat lagi 2 reka'at dalam keadaan duduk, beliau ruku' dalam keadaan duduk dan bersujud, dan beliau shalat dengan duduk".
    [HR. Ahmad juz 11, hal. 498, no. 25278]

  2. Dari 'Aisyah, ia berkata, "Dahulu Rasulullah SAW pernah berwitir dengan 3 raka'at, beliau tidak salam kecuali pada rekaat yang terakhir".
    [HR. Hakim dalam Al-Mustadrak juz 1 hal. 447, no. 1140].

  3. Dari Sa'ad bin Hisyam, bahwasanya 'Aisyah menceritakan kepadanya bahwasanya dahulu Rasulullah SAW tidak salam pada dua rekaat dalam shalat Witir".
    [HR. Nasaiy juz 3, hal. 235]

  4. Dan tidak diperkenankan shalat Witir yang 3 rekaat itu dengan 2 raka'at salam, kemudian disambung dengan 1 rakaat lalu salam. Hal ini menyalahi riwayat 'Aisyah di atas dan juga menyalahi arti witir itu sendiri, karena witir itu artinya ganjil, sedang 2 itu genap, jadi tidak dapat dikatakan witir. Dan juga kita tidak diperkenankan shalat 3 raka'at tersebut dengan 2 tasyahhud 1 salam. Sebab ini menyerupai Maghrib, yang demikian ini dilarang oleh Nabi SAW sebagaimana hadits di bawah ini.

  5. Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda : “Janganlah kalian shalat Witir 3 rekaat, (tetapi) shalatlah Witir 5 rekaat atau 7 rekaat, dan janganlah kalian menyerupai dengan shalat Maghrib".
    [HR. Daraquthniy juz 2, hal, 24, no. 1].

Keterangan :

Dalam hadits ini, Rasulullah SAW melarang kita shalat Witir 3 rekaat dan memerintahkan untuk shalat dengan 5 rekaat atau 7 rekaat. Sedang hadits- hadits lain menerangkan bahwa Rasulullah SAW sendiri mengerjakan shalat Witir 3 rekaat. Maka dari kedua hadits tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa : "Yang dilarang mengerjakan shalat Witir 3 rekaat itu adalah shalat Witir yang menyerupai shalat Maghrib, sedang shalat Witir 3 rekaat yang tidak serupa dengan shalat Maghrib tidak dilarang, bahkan dikerjakan oleh Rasulullah SAW".
Adapun bentuk keserupaan itu ialah : Dengan 2 tasyahhud satu salam. Maka supaya tidak menyerupai shalat Maghrib hendaklah shalat Witir 3 rekaat tersebut dikerjakan dengan 3 rekaat sekaligus dengan satu tasyahhud di akhir rakaat dan satu salam.

reka’at dengan satu tasyahhud di raka’at yang terakhir lalu salam. Berdasar riwayat sebagai berikut :

    Dari ‘Aisyah, ia berkata, "Dahulu Rasulullah SAW shalat di malam hari 13 rekaat, dari 13 rekaat itu beliau shalat Witir 5 rekaat. Dari 5 rekaat tersebut beliau tidak duduk (attahiyyat) melainkan pada rekaat terakhir".
    [HR. Muslim juz 1, hal. 508, no. 123].

reka’at dengan 2 tasyahhud di reka’at 6 dan 7 lalu salam. Berdasar riwayat sebagai berikut :

    Dari Aisyah, ia berkata : “Dahulu Rasulullah SAW apabila berwitir 9 rekaat, beliau tidak duduk (attahiyyat) melainkan pada rekaat kedelapan, beliau memuji Allah, menyebut-Nya dan berdo’a kepada-Nya. Kemudian beliau tidak mengucap salam, tetapi bangkit ke rekaat kesembilan, kemudian beliau duduk menyebut Allah ‘Azza wa Jalla dan berdo’a, kemudian beliau salam sekali salam dan memperdengarkan kepada kami. Kemudian beliau shalat dua rekaat dengan duduk. Setelah beliau lanjut usia dan lemah badannya, beliau berwitir dengan 7 rekaat, dan beliau tidak duduk attahiyyat melainkan pada rekaat yang keenam, kemudian beliau tidak mengucap salam, tetapi bangkit berdiri menyelesaikan rekaat yang ketujuh, kemudian beliau salam dengan sekali salam. Setelah itu beliau shalat dua rekaat dengan duduk.
    [HR Nasaaiy juz 3, hal. 240].

reka’at dengan 2 tasyahhud di reka’at yang ke 8 dan ke 9 setelah itu salam. Berdasar riwayat sebagai berikut :

    Dari Sa’d bin Hisyam, bahwasanya ia pernah bertanya kepada 'Aisyah, "Wahai Ummul Mu’miniin, beritahukanlah kepadaku tentang shalat witir Rasulullah SAW". Jawab 'Aisyah, "Kami biasa menyediakan penggosok gigi dan air wudlu bagi Rasulullah SAW, lalu beliau bangun malam pada waktu yang dikehendaki Allah. Kemudian beliau menggosok gigi dan berwudlu lalu shalat (witir) sembilan reka’at, dan beliau tidak duduk (attahiyyat) melainkan pada rekaat yang ke delapan, lalu beliau menyebut, memuji dan berdoa kepada Allah, kemudian beliau berdiri dengan tidak mengucap salam, berdiri shalat (rekaat) yang ke sembilan, kemudian beliau duduk (attahiyyat) menyebut, memuji dan berdoa kepada Allah, kemudian beliau mengucap salam sehingga terdengar oleh kami. Setelah itu beliau shalat 2 rekaat dengan duduk. Yang demikian itu jadi 11 rekaat hai anakku".
    [HR. Muslim juz 1, hal. 513, no. 139].

Dan kita dilarang mengerjakan 2 kali shalat Witir pada satu malam

    Dari Qais bin Thalq bin 'Ali, dari ayahnya, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada dua Witir dalam satu malam".
    [HR. Tirmidzi juz 1, hal. 292, no. 468, ini hadits hasan gharib].

Bacaan sesudah shalat Witir.

Menurut riwayat Nasaaiy, Rasulullah SAW setelah shalat witir, beliau membaca Subhaanal Malikil Qudduus 3 kali.

سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ

    Dari Qatadah dari Zurarah dari ‘Abdur Rahman bin Abza dari Rasulullah SAW, biasanya beliau SAW di dalam shalat Witir membaca surat Al-A’laa, Al-Kaafirun dan Al-Ikhlash. Setelah selesai lalu beliau mengucapkan, “Subhaanal Malikil Qudduus (Maha Suci Allah Raja yang Maha Quddus) 3 X, dan beliau memanjangkan pada bacaan yang ketiga”.
    [HR. Nasaaiy juz 3, hal. 247]

رَبُّ المَلآئِكَةِ وَالرُّوْحِ

Dan menurut riwayat Thabaraniy, setelah bacaan tersebut ada tambahan “Rabbul malaaikati war ruuh” (Tuhan nya para Malaikat dan Ruuh), namun tambahan ini tidak shahih, karena dalam sanadnya ada perawi bernama ‘Isa bin Yuunus, yang tidak diketahui jarh - ta’dilnya. Adapun bacaan “Alloohumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annii” itu adalah bacaan bila mengetahui Lailatul Qadr, sebagaimana riwayat berikut :

اللَّهُمَّ إنَّك عَفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ

    Dari ‘Aisyah, ia berkata : Aku bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana pendapat engkau apabila aku mengetahui bahwa malam itu malam Lailatul Qadr, apa yang harus aku baca ?”. Beliau bersabda, “Bacalah Alloohumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annii (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, Engkau suka memaafkan, maka maafkanlah kesalahanku)”.
    [HR. Tirmidzi juz 5, hal. 195, no. 3580, ini hadits hasan shahih]

Lafadh tersebut juga diriwayatkan oleh Ahmad juz 9 hal. 526, juz 9 hal. 547 dan juz 10, hal. 24, juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah juz 2, hal. 1265, no. 3850. Namun dalam ‘Aridlatul Ahwadzi dengan lafadh :

اللَّهُمَّ إنَّك عَفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ

    Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Pemurah, Engkau suka memaafkan, maka maafkanlah kesalahanku.
    [HR. Tirmidzi, dalam ‘Aridlotul Ahwadzi juz 13, hal. 42, no. 3513]

Shalat Iftitah.

Shalat Iftitah adalah shalat sunnah dua rekaat yang ringan untuk mengawali shalat lail.

    Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Apabila seseorang diantara kalian bangun malam, maka hendaklah ia membuka shalatnya dengan dua rekaat yang ringan.
    [HR. Muslim juz 1, hal. 532, no. 198].